RETARDASAI MENTAL - ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN

Kumpulan asuhan keperawatan

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Wednesday, May 30, 2012

RETARDASAI MENTAL



Pendahuluan
            Retardasi mental merupakan masalah dunia dengan implikasi yang besar terutama bagi negara berkembang. Diperkirakan angka kejadian retardasi mental berat sekitar 0,3% dari seluruh populasi, dan hampir 3% mempunyai IQ di bawah 70. Sebagai sumber daya manusia tentunya mereka tidak bisa dimanfaatkan, karena 0,1% dari anak-anak ini memerlukan perawatan, bimbingan serta pengawasan sepanjang hidupnya (Swaiman KF, 1989).
            Sehingga retardasi mental masih merupakan dilema, sumber kecemasan bagi keluarga dan masyarakat. Demikian pula dengan diagnosis, pengobatan dan pencegahannya masih merupakan masalah yang tidak kecil.

Definisi
            Terdapat berbagai macam definisi mengenai retardasi mental. Menurut WHO (dikutip dari Menkes 1990), retardasi mental adalah kemampuan mental yang tidak mencukupi. Carter CH (dikutip dari Toback C.) mengatakan retardasi mental adalah suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensi yang rendah yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang dianggap normal. Menurut Crocker AC 1983, retardasi mental adalah apabila jelas terdapat fungsi intelegensi yang rendah, yang disertai adanya kendala dalam penyusunan perilaku, dan gejalanya timbul pada masa perkembangan. Sedangkan menurut Melly Budhiman, seseorang dikatakan retardasi mental, bila memenuhi kriteria sebagai berikut:
1.      Fungsi intelektual umum dibawah normal.
2.      Terdapat kendal dalam perilaku adaptif sosial.
3.      gejalanya timbul dalam masa perkembangan yaitu dibawah usia 18 tahun.
            Fungsi intelektual dapat diketahui dengan test fungsi kecerdasan dan hasilnya dinyatakan sebagai suatu taraf kecerdasan atau IQ (Intelegence Quotient).
            IQ adalah MA / CA x 100%
M.A = Mental Age, umur mental yang didapat dari hasil test.
C.A  = Chronological Age, umur berdasarkan perhitungan tanggal lahir.
            Yang dimaksud fungsi intelektual dibawah normal, yaitu apabila IQ dibawah 70. Anak ini tidak dapat mengikuti pendidikan sekolah baisa, karena cara berpikirnya yang terlalu sederhana, daya tangkap dan daya ingatnya lemah, demikian pula dengan pengertian bahasa dan berhitungnya juga sangat lemah.
            Sedangkan yang dimaksud dengan perilaku adaptif sosial adalah kemampuan seseorang untuk mandiri, menyesuaikan diri dan mempunyai tanggugn jawab sosial yang sesuai dengan kelompok umur dan budayanya. Pada penderita retardasi mental gangguan perilaku adaptif yang paling menonjol adalah kesulitan menyesuaikan diri dengan masyarakat sekitarnya. Biasanya tingkah lakunya kekanak-kanakan tidak sesuai dengan umurnya.
            Gejala tersebut harus timbul pada masa perkembangan, yaitu dibawah umur 18 tahun. Karena kalau gejala tersebut timbul setelah berumur 18 tahun, bukan lagi disebut retardasi mental tetapi penyakti lain sesuai dengan gejala klinisnya.

Klasifikasi
            Menurut nilai IQ-nya, maka intelegensi seseorang dapat digolongkan sebagai berikut (dikutip dari Swaiman, 1989):

Nilai IQ
Sangat superior
Superior
Diatas rata-rata
Rata-rata
Dibawah rata-rata
Retardasi mental borderline
Retardasi mental ringan (mampu didik)
Retardasi mental sedang (mampu latih)
Retardasi mental berat
Retardasi mental sangat berat
130 atau lebih
120 – 129
110 – 119
90 – 110
80 – 89
70 – 79
52 – 69
36 – 51
20 – 35
dibawah 20

Yang disebut retardasi mental apabila IQ dibawah 70, retardasi mental tipe ringan masih mampu didik, retardasi mental tipe sedang mampu latih, sedangkan retardasi mental tipe berat dan sangat berat memerlukan pengawasan dan bimbingan seumur hidupnya. Bila ditinjau dari gejalanya, maka Melly Budhiman membagi:
1.      Tipe klinik
2.      Tipe sosio budaya
Ad. 1. Tipe klinik
            Pada retardasi mental tipe klinik ini mudah dideteksi sejak dini, kaerna kelainan fisis maupun mentalnya cukup berat. Penyebabnya sering kelainan organink. Kebanyakan anak ini perlu perawatan yang terus menerus dan kelainan ini dapat terjadi pada kelas sosial tinggi ataupun yang rendah. Orang tua dari anak yang menderita retardasi mental tipe klinik ini cepat mencari pertolongan oleh karena mereka melihat sendiri kelainan pada anaknya.
Ad. 2. Tipe sosiobudaya
            Biasanya baru diketahui setelah anak masuk sekolah dan ternyata tidak dapat mengikuti pelajaran. Penampilannya seperti anak normal, sehingga disebut juga retardasai enam jam. Karena begitu mereka keluar sekolah, mereka dapt bermain seperti anak-anak yang normal lainnya. Tipe ini kebanayakn berasal dari golongan sosial ekonomi rendah. Para orangtua dari anak tipe ini tidak melihat adanya kelainan pada anaknya, mereka mengethaui kalau anaknya retardasi dari gurunya atau dari psikolog, karena anaknya gagal beberap akali tidak naik keas. Pada umumnya anak tipe ini mempunyai taraf IQ golongan borderline dan retardasai mental ringan.

Etiologi
            Adanya disfungsi otak merupakan dasar dari retardasi mental. Untuk mengetahui adanya retardasai mental perlu anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Penyebab dari retardasai mental sangat kompleks dan multifaktorial. Walaupun begitu terdapat beberapa faktor yang potensial berperanan dalam terjadinya retardasi mental seperti yang dinyatakan oleh Taft LT (1983) dan Shonkoff JP (1992) dibawah ini.

Faktor-faktor yang potensial sebagai penyebab retardasi mental
1.      Non organik
a.       Kemiskinan dan keluarga yang tidak harmonis
b.      Faktor sosiokultural
c.       Interaksi anak-pengasuh yang tidak baik
d.      Penelantaran anak



2.      Organik
a.       Faktor prakonsepsi
1)      Abnormalitas single gene (penyakit-penyakit metabolik, kelainan neurocutaneos, dll)>
2)      Kelainan kromosom (X-linked, translokasi, fragile-X) – Sindrom polygenic familial.
b.      Faktor pranatal
      1) Gangguan pertumbuhan otak trimester I
a)      Kelainan kromosom (trisomi, mosaik, dan-lain-lain)
b)      Infeksi intrauterin, misalnya TORCH, HIV (Human immunodeficiency virus)
c)      Zat-zat teratogen (alkohol, radiasi, dll)
d)     Disfungsi plasenta
e)      Kelainan kongenital dari otak (idiopatik)
      2) Gangguan pertumbuhan otak trimester II dan III
a)      Infeksi intrauterin, misalnya TORCH, HIV
b)      Zat-zat teratogen (alkohol, kokain, logam berat dan lain-lain).
c)      Ibu: diabetes melitus, PKU (Phenylketonuria)
d)     Toksemia gravidarum
e)      Disfungsi plasenta
f)       Ibu malnutrisi
c.       Faktor perinatal
1)      Sangat prematur
2)      Asfiksia neonatorum
3)      Trauma lahir: perdarahan intra kranial
4)      Meningitis
5)      Kelainan metabolik: hipoglikemia, hiperbilirubinemia
d.      Faktor post natal
1)      Trauma berat pada kepala/susunan saraf pusat
2)      Neuro toksin, misalnya logam berat
3)      CVA (Cerebrovascular accident)
4)      Anoksia, misalnya tenggelam
5)      Metabolik
a)      Gizi buruk
b)      Kelainan hormonal, misalnya hipotiroid, pseudohipoparatiroid
c)      Aminoaciduria, misalnya PKU (phenyl ketonuria)
d)     Kelainan metabolisme karbohidrat, galaktosemia, dan lain-lain
e)      Polisakaridosis, misalnay sindorm Hurler
f)       Cerebral lipidosis (Tay Sachs), dengan hepatomegali (Gaucher)
g)      Penyakit degeneratif/metabolik lainnya.
6)      Infeksi
a)      Meningitis, ensefalitis, dan lain-lain
b)      Subakut sklerosing panesefalitis
            Kebanyakan anak yang menderita retardasi mental ini berasla dari golongan sosial ekonomi rendah, akibat kurangnya stimulasi dari lingkungannya sehingga secara bertahap menurunkan IQ yang bersamaan dengan tejradinya malnutrisi. Demikian pula pada keadana sosial ekonomi yang rendah dapat sebagai penyebab organik dari retardasi mental, misalnya keracunan logam berat yang subklinik dalam jagnka waktu yang lama dapat mempengaruhi kemampuan kognitif, ternyata lebih banyak pada anak-anak di kota dari golongan sosial ekonomi rendah. Demikian pula dengan kurang gizi, baik pda ibu hamil maupun pada anaknya setelah lahir dapat mempengaruhi pertumbuhan otak anak.

Diagnosis dan Gejala Klinis
            Untuk menegakkan diagnosis, anamnesis yang baik sangat diperlukan, yaitu untuk mengetahui penyebab kelainan ini organik atau non organik, apakah kelainannya dapat diobati/tidak. Dengan melakukan skrining secara rutin misalnya dengan menggunakan DDST (Denver Developmental Screening Test), maka diagnosis dini dapat segera dibuat. Demikian pula anamnesis yang baik dari orang tuanya, pengasuh atau gurunya, sangat membantu dalam diagnosis kelainan ini. Setelah anak berumur 6 tahun dapat dilakukan test IQ. Sering kali hasil evaluasi medis tidak khas dan tidak dapat diambil kesimpulan. Pada kasus seperti ini, apabila tidak ada kelainan pada sistem susunan saraf pusat, perlu anamnesis yang teliti apakah ada keluarga yang cacat, mencari masalah lingkungan/faktor non organik lainnya dimana diperkirakan mempengaruhi kelainan pada otak anak.
            Gejala klinis retardasi mental terutama yang berat sering disertai beberapa kelainan fisik yang merupakan stigmata kongenital, yang kadang-kadang gambaran stigmata mengarah ke suatu sindrom penyakit tertentu. Dibawah ini beberapa kelainan fisik dan gejala yang sering disertai retardasi mental, yaitu (Swaiman, 1989):
1.      Kelainan pada mata:
a.       Katarak
1)      Sindrom Cockayne
2)      Sindrom Lowe
3)      Galactosemia
4)      Sindrom Down
5)      Kretin
6)      Rubela pranatal, dll
b.      Bintik cherry-merah pada daerah makula
1)      Mukolipidosis
2)      Penyakit Niemann-Pick
3)      Penyakit Tay-Sachs
c.       Korioretinitis
1)      Lues kongenital
2)      Penyakit sitomegalo virus
3)      Rubela pranatal
d.      Kornea keruh
1)      Lues kongenital
2)      Sindrom Hunter
3)      Sindrom Hurler
4)      Sindrom Lowe, dll
2.      Kejang
a.       Kejang umum tonik klonik
1)      Defisiensi glikogen sinthetase
2)      Hiperlisinemia
3)      Hipoglikemia, terutama yang disertai glycogen storage disease I, III, IV dan VI
4)      Phenyl ketonuria
5)      Sindrom malabsorpsi methionin, dll
b.      Kejang pada masa neonatal
1)      Arginosuccinic asiduria
2)      Hiperammonemia I dan II
3)      Laktik asidosis, dll
3.      Kelainan kulit
Bintik cafe-au-lait
a.       Ataksia telengiektasia
b.      Sindrom Bloom
c.       Neurofibromatosis
d.      Tuberous sclerosis
4.      Kelainan rambut
a.       Rambut rontok
Familial laktik asidosis dengan necrotizing ensefalopati
b.      Rambut cepat memutih
1)      Atrofi progresif serebral hemisfer
2)      Ataksia telangiektasia
3)      Sindrom malabsorpsi methionin
c.       Rambut halus
1)      Hipotiroid
2)      Malnutrisi
5.      Kepala
a.       Mikrosefali
b.      Makrosefali
1)      Hidrosefalus
2)      Mucopoliskaridase
3)      Efusi subdural
6.      Perawakan pendek
a.       Kretin
b.      Sindrom Prader – Wili
7.      Distonia
Sindrom Hallervorden - Spaz
Sedangkan gejala dari retardasi mental tergantung dari tipenya, adalah sebagai berikut:
1.      Retardasi mental ringan
Kelompok ini merupakan bagian terbesar dari retardasi mental. Kebanyakan dari mereka ini termasuk dalam tipe sosial budaya, dan diagnosis dibaut setelah anak bebebapa kali tidak naik kelas. Golongan ini termasuk mampu didik, artinya selain dapat diajar baca tulis bahkan bsia sampai kelas 4-6 SD, jgua bisa dilatih ketrampilan tertentu sebagai bekal hidupnya kelak dan mampu mandiri seperti orang dewasa yang normal. Tetapi pada umumnya mereka ini kurang mampu menghadapi stres, sehingga tetap membutuhkan bimbingan dari keluarganya.
2.      Retardasi mental sedang
Kelompok ini kira-kira 12% dari seluruh penderita retardasi mental, mereka ini mampu latih tetapi tidak mampu didik. Taraf kemampuan intelektualnya hanya dapat sampai kelas 2 SD, tetapi dapat dilatih menguasai suatu ketrampilan tertentu misalnya pertukangan, pertanian dan lain-lain dan apabila bekerja anti mereka ini perlu pengawasan. Mereka juga perlu dilatih sebagiamana mengurus diri sendiri. Kelompok ini juga kurang mampu menghadapi stres dan kurang dapat mandiri, sehingga memerlukan bimbingan dan pengawasan.
3.      Retardasi mental berat
Sekitar 7% dari seluruh penderita retardasi mental masuk kelompok ini. Diagnosis mudah ditegakkan secara dini, karena selain adanya gejala fisik yang menyertai juga berdasarkan keluhan dari orang tua dimana anak sejak awal sudah terdapat keterlambatan perkembangan motorik dan bahasa. Kelompok ini termasuk tipe klinik. Mereka dapat dilatih higiene asar saja dan kemampuan berbicara yang sederhana, tidak dapat dilatih ketrampilan kerja, dan memerlukan pengawasan dan bimbingan sepanjang hidupnya.
4.      Retardasi mental sangat berat
Kelompok ini sekitar 1% dan termasuk dalam tipe klinik. Diagnosis dini mudah dibuat karena gejala baik mental dan fisik sangat jelas. Kemampuan berbahasanya sangat minimal. Mereka ini seluruh hidupnya tergantung pada orang di sekitarnya.
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada anak yang menderita retardasi mental, yaitu (Shonkoff JP, 1992):
1.      Kromosomal kariotipe
a.       Terdapat beberapa kelainan fisik yang tidak khas
b.      Anamnesis ibu tercemat zat-zat teratogen
c.       Terdapat beberapa kelainan kongenital
d.      Genitalia abnormal


2.      EEG (Elektro Ensefalogram)
  1. Gejala kejang yang dicurigai
  2. Keuslitan mengerti bahasa yang berat
3.      CT (Cranial Computed Tamography) atau MRI (Magnetic Resonance Imaging)
  1. Pembesaran kepala yang progresif
  2. Tuberous sklerosis
  3. Dicurigai kelainan otak yang luas
  4. Kejagn lokal
  5. Dicurigai adanya tumor intrakranial
4.      Titer virus untuk injeksi kongenital
  1. Kelainan pendengaran tipe sensorineural
  2. Neonatal hepatosplenomegali
  3. Petethie pada periode neonatal
  4. Chorioretinitis
  5. Mikroptalmia
  6. Kalsifikasi intrakranial
  7. Mikosefali
5.      Serum asam urat (Uric acid serum)
  1. Choreoatetosis
  2. Ghout
  3. Sering mengamuk
6.      Laktat dan piruvat darah
  1. Asidosis metabolik
  2. Kejang mioklonik
  3. Kelemahan yang progresif
  4. Ataksia
  5. Degenerasi retina
  6. Ophtalmolegia
  7. Episode seperti stroke yang berulang
7.      Plasma asam lemak rantai sangat panjang
  1. Hepatomegali
  2. Tuli
  3. Kejang dini dan hipotonia
  4. Degenerasi retina
  5. Ophtalmoplegia
  6. Kista pada ginjal
8.      Serum seng (Zn)
Acrodermatitis
9.      Logam berat dalam darah
  1. Anamnesis adanya pika
  2. Anemia
10.  Serum tembaga (Cu) dan cerulopplasmin
  1. Gerakan yang involunter
  2. Sirosis
  3. Cincin kayser-Fleischer
11.  Serum asam amino atau asam organik
  1. Kejang yang tidak diketahui sebabnya pada bayi
  2. Gagal tumbuh
  3. Bau yang tidak biasa pada air seni atau kulit
  4. Warna rambut yang tidak biasa
  5. Mikrosefali
  6. Asidosis yang tidak diketahui sebabnya
12.  Plasma amonia
Muntah-muntah dengan asidosis metabolik
13.  Analisa enzim lisozom pada lekosit atau biopsi kulit:
  1. Kehilangan fungsi motorik dan kognitif
  2. Atrofi N. Optikus
  3. Degenerasi retina
  4. Serebelar atraksia yang berulang
  5. Mioklonus
  6. Hepatosplenomegali
  7. Kulit yang kasar dan lepas-lep-as
  8. Kejang
  9. Pembesaran kepala yang dimulai setelah umur 1 tahun
14.  Urin mukopoliskarida
  1. Kiposis
  2. Anggota gerak yang pendek
  3. Badan yang pendek
  4. Hepatosplenomegali
  5. Kornea keruh
  6. Gangguan pendengaran
  7. Kekakuan pada sendi
15.  Urin reducing substance
  1. Katarak
  2. Hepatomegali
  3. Kejang
16.  Urin ketoacid
  1. Kejang
  2. Rambut yang mudah putus
17.  Urin asam vanilimandelik
  1. Muntah-muntah
  2. Isapan bayi pada saat menyusu yang lemah
  3. Gejala disfungsi autonomik

PENATALAKSANAAN
            Penatalaksanaan anak dengan retardasi mental adalah multidimensi dan sangat individual.  Tetapi perlu diingat bahwa tidak setiap anak penanganan multidisiplin merupakan jalan yang terbaik.  Sebaiknya dibuat rancangan suatu strategi pendekatan bagi setip anak secara individual untuk mengembangkan potensi anak tersebut seoptimal mungkin.  Untuk itu perlu melibatkan psikolog untuk menilai perkembangan mental anak terutama kemampuan kognitifnya, dokter anak untuk memeriksa fisik anak, menganalisis penyebab, dan mengobati penyakit atau kelainan yang mungin ada.  Juga kehadiran pekerja sosial kadang kadang dipelukan untuk menilai situasi keluarganya.  Atas dasar itu maka dibuatlah strategi terapi.  Sering kali melibatkan lebih banyak ahli lagi, misalnya ahli saraf bila anak juga menderita epilepsi, palsi serebral, dll.  Psikiater, bila anaknya menunjukkan kelainan tingkah laku atau bila orang tuanya membutuhkan dukungan terapi keluarga.  Ahli rehabilitasi medis, bila diperlukan untuk merangsang perkembangan motorik dan sensoriknya. Ahli terapi wicara, untuk memperbaiki gangguan bicaranya atau untuk merangsang perkembangan bicaranya.  Serta diperlukan guru pendidikan luar biasa untuk anak-anak yang retardasi mental ini.
            Pada orang tuanya perlu diberi penerangan yang jelas mengenai keadaaan anaknya, dan apa yang dapat diharapkan dari terapi yang diberikan.  Kadang-kadang diperlukan waktu yang lama untuk meyakinkan orang tua mengenai keadaan anaknya.  Bila orang tua belum dapat menerima keadaaan anaknya, maka perlu konsultasi pula dengan psikolog atau psikiater.  Disamping itu diperlukan kerja sama yang baik antara guru dengan orang tuanya, agar tidak terjadi kesimpang siuran dalam strategi penanganan anak di sekolah dan dirumah.  Anggota keluarga lainnya juga harus diberi pengertian, agar anak tidak diejek atau dikucilkan.  Disamping itu masyarakat perlu diberikan penerangan tentang retardasi mental, agar mereka dapat menerima anak tersebut dengan wajar.
            Anak dengan retardasi mental memerlukan pendidikan khusus, yang disesuaikan dengan taraf IQ-nya, mereka digolongkan yang mampu didik untuk golongan retardasi mental ringan, dan yang mampu latih untuk anak dengan retardasi mental sedang.  Sekolah khusus untuk anak retardasi mental ini adalah SLB-C.  Di sekolah ini diajarkan juga ketramilan-ketrampilan dengan harapan mereka dapat mandiri di kemudian hari.  Diajarkan pula tentang baik buruknya suatu tindakan tertentu, sehingga mereka diharapkan tidak melakukan tindakan yang tidak terpuji, seperti mencuri, merampas, kejahatan seksual, dan lain-lain.
            Semua anak yang retardasi mental ini juga memerlukan perawatan seperti pemeriksaan kesehatan yang rutin, imunisasi dan monitoring terhadap tumbuh kembangnya.  Anak-anak ini sering juga disertai dengan kelainan fisik yang memerlukan penanganan khusus.  Misalnya pada anak yang mengalami infeksi pranatal dengan cytomegalovirus akan mengalami gangguan pendegaran yang progresif walaupun lambat, demikian pula anak dengan sindrom down dapat timbul gejala hipotiroid.  Masalah nutrisi juga perlu mendapat perhatian.

PROGNOSIS
            Retardasi mental yang diketahui penyakit dasarnya, biasanya prognosisnya lebih baik.  Tetapi pada umumnya sukar untuk menemukan penyakit dasarnya.  Anak dengan retardasi mental ringan, dengan kesehatan yang baik, tanpa penyakit kardiorespirasi, pada umumnya umur harapan hidupnya sama dengan orang normal.  Tetapi sebaliknya pada retardasi mental yang berat dengan masalah kesehatan dan gizi, sering meninggal pada usia muda.

PENCEGAHAN
            Karena penyembuhan dari retardasi mental ini boleh dikatakan tidak ada, sebab kerusakan dari sel-sel otak tidak mungkin fungsinya dapat kembali normal, maka yang penting adalah pencegahan primer yaitu usaha yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit.  Dengan memberikan perlindungan terhadap penyakit-penyakit yang potensial dapat mengakibatkan retardasi mental, misalnya melalui imunisasi.  Konseling perkawinan, pemeriksaan kehamilan yang rutin, nutrisi yang baik selama kehamilan dan bersalin pada tenaga kesehatan yang berwenang, maka dapat membantu menurunkan angka kejadian retardasi mental.  Demikian pula dengan mengentaskan kemiskinan dengan membuka lapangan kerja, memberikan pendidikan yang baik, memperbaiki sanitasi lingkungan, meningkatkan gizi keluarga, akan meningkatkan ketahanan terhadap penyakit.  Dengan adanya program BKB (Biana Keluarga dan Balita) yang merupakan stimulasi mental dini dan bisa dikembangkan juga deteksi dini, maka dapat mengoptimalkan perkembangan anak.
            Diagnosis dini sangat penting, dengan melakukan skrining sedini mungkin, terutama pada tahun pertama, maka dapat dilakukan intervensi yang dini pula.  Misalnya diagnosis dini dan terapi dini hipotiroid, dapat memperkecil kemungkinan retardasi mental.  Deteksi dan intervensi dini pada retardasi mental sangat membantu memperkecil retardasi yang terjadi.  Konsep intervensi pada retardasi mental dapat dilihat pada gambat 14.1, yang berdasarkan pemikiran bahwa intervensi dapat berubah status perkembangan anak.  Makin dini dan makin sering intervensi dilakukan, maka makin baik hasilnya (tiik A pada kurva).  Tetapi makin berat tingkat kecacatan (B pada kurva), maka hasil yang dicapai juga makin kurang.  Hasil akhir suatu intervensi adalah makin dini dan teratur suatu intervensi yang diberikan makin baik hasilnya, sehingga agak mengurangi kecacatannya (Gambar 14.2).  Namun pada anak yang penyebabnya sangat kompleks, latar belakang sosial dan kebiasaan yang kurang baik, dan intervensi yang tidak teratur, maka hasilnya juga tidak memuaskan (dikutip dari Crocker, 1983)..

KEPUSTAKAAN
1.      Melly budhiman, Retardasi mental, pada Markum AH dkk, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jilid I, 1991, hal. 65 – 69.
2.      Shonkoff JP. Mental retardation, in Behrman RE & Vaughan VC (Eds) Nelson Textbook of Pediatrics, 14th. Ed. WB Saunders, Philadelphia, 1992, p. 94 – 98.
3.      Traft LT. Mental retardation, in Behrman RE & Vaughan VC (Eds) Nelson Textbook of Pediatrics, 12 th. Ed. WB Saunders, Philadelphia, 1983, p. 123 – 129.
4.      Swaiman KF. Mental retardation, Pediatric Neurology: Principles and practice, vol. I, 1st. Ed, Mosby, St. Louis, 1989, p. 115 – 127.
5.      Crocker AC, Nelson RP. Mental retardation, in Levine et.al. (Eds) Developmental Behavioral Pediatrics, 1st, Ed. WB Saunders, Philadelphia, 1983, p. 756 – 769.
6.      Toback C. Mental retardation in Psichological handbook: A guideline for pediatric health care provider, 1st. Ed. Exterpa medica co. Singapore, P. 100 – 109.
7.      Menkes JD. Disorder of mental development, in Textbook of Child Neurology, 4th. Ed. Lea & Febiger, London 1990, p. 763 – 789.

     




No comments:

Post a Comment

”komunitas

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here