A.
Pengertian
Mioma
uteri adalah tumor yang paling umum pada traktus genitalis (Derek Llewellyn- Jones, 1994).
Mioma
uteri adalah tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya (www. Infomedika. htm, 2004).
Mioma uteri terbatas tegas, tidak berkapsul, dan berasal dari otot
polos jaringan fibrosus, sehingga mioma uteri dapat berkonsisten padat jika
jaringan ikatnya dominan dan berkonsentrasi lunak jika otot rahim yang dominan.
Mioma uteri biasa juga disebut leiomioma uteri, fibroma uteri, fibroleiomioma,
mioma fibroid atau mioma simpel. Mioma terdiri atas serabut- serabut otot polos
yang diselingi dengan jaringan ikat dan dikelilingi kapsul yang tipis. Tumor
ini dapat berasal dari setiap bagian duktus muller, tetapi paling sering
terjadi pada miomatreium. Disini beberapa tumor dapat timbul secara serentak.
Ukuran tumor dapat bervariasi dari sebesar kacang polong sampai sebasar bola
kaki. Degenarasi ganas mioma uteri,
ditandai dengan terjadinya perlunakan serta warna yang keabu- abuan, terutama
jika mioma tumbuh dengan cepat atau ditemukan pada pot menopause. Adanya bagian
nekrotik, lunak dan perdarahan pada potongan mioma perlu diwaspadai adanya
proses ganas. Bila berasal dari miometrium, maka dinding uterus menebal,
sehingga terjadi pembesaran uterus.
Mioma uteri terjadi kira – kira 5% wanita selama masa reproduksi. Tumor
ini tumbuh dengan lambat dan mungkin baru dideteksi secara klinis pada
kehidupan dekade ke- 4. pada dekade ke – 4 ini insidennya mencapai kira – kira
20%. Mioma sering terjadi pada wanita nulipara atau wanita yang hanya mempunyai
satu orang anak.
Bentuk mikroskopis sering sulit dibedakan dengan mioma uteri yang
hiperselluler. Mioma uteri merupakan tumor jinak yang paling sering ditemukan
satu dari empat wanita selama masa reproduksi yang aktif. Kejadian mioma uteri
sukar ditetapkan karena tidak semua mioma uteri memberikan keluhan dan
memerlukan tindakan operasi. Mioma uteri tidak memberikan tanda dan gejala
klinik yang bermakna namun lebih sering pada dekade ke- 4 serta pada wanita
kulit hitam dan sekitar 5 – 10 % merupakan submukosa.
Diet dan lemak tubuh juga berpengaruh terhadap resiko terjadinya mioma.
Marshall (1998), Sato (1998) dan Chiaffarino
menemukan bahwa resiko mioma meningkat seiring bertambahnya indeks massa tubuh dan konsumsi
daging dan ham. Sebagian besar mioma uteri ditemukan pada masa reproduksi,
karena diduga berhubungan dengan aktivitas estrogen. Dengan demikian mioma
uteri tidak dijumpai sebelum menarke dan akan mengalami regresi setelah
menopause, atau bahkan bertambah besar maka kemungkinan besar mioma uteri
tersebut telah mengalami degenerasi ganas menjadi sarkoma uteri. Bila ditemukan
pembesaran abdomen sebelum menarke, hal itu pasti bukan mioma uteri tetapi
kemungkinan besar kista ovarium dan resiko untuk mengalami keganasan sangat
besar.
B.
Etiologi dan Patologi
Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga
merupakan penyakit multifaktorial. Dipercayai bahwa mioma merupakan sebuah
tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik
tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom, khususnya pada kromosom
lengan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor
predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron dan human growth hormone.
1. Estrogen.
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Seringkali terdapat
pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen
eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan
ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen
seperti endometriosis (50%), perubahan
fibrosistik dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5%) dan hiperplasia
endometrium (9,3%).Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi
ovarium dan wanita dengan sterilitas. 17B hidroxydesidrogenase: enzim ini
mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah).
Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai
jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak daripada miometrium normal.
2. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B
hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
3. Hormon pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang
mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada
periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama
kehamilan mingkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan
Estrogen.
Dalam Jeffcoates Principles of Gynecology, ada beberapa
faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri,
yaitu :
1.
Umur :
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun,
ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling
sering memberikan gejala klinis antara 35 – 45 tahun.
2.
Paritas :
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada
wanirta yang relatif infertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakan
infertilitas menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang
menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi.
3.
Faktor ras dan genetik :
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit
hitam, angka kejadian mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian
tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.
4.
Fungsi ovarium :
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan
pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang
setelah kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause. Pemberian agonis
GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran
mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon
mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat
bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal
dan insulin-like growth factor yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah
mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih banyak
pada mioma daripada miometrium normal dan mungkin penting pada perkembangan
mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan karena tumor ini tidak
mengalami regresi yang bermakna setelah menopause sebagaimana yang disangka.
Lebih daripada itu tumor ini kadang-kadang berkembang setelah menopause bahkan
setelah ooforektomi bilateral pada usia dini.
Patologi
Jika tumor dipotong, akan
menonjol diatas miometrium sekitarnya karena kapsulnya berkontraksi. Warnanya
abu keputihan, tersusun atas berkas- berkas otot jalin- menjalin dan melingkar-
lingkar didalam matriks jaringan ikat. Pada bagian perifer serabut otot
tersusun atas lapisan konsentrik dan serabut otot tersusun atas lapisan konsentrik
serta serabut otot normal yang mengelilingi tumor berorientasi sama. Antara
tumor dan miometrium normal, terdapat lapisan jaringan areolar tipis yang
membentuk pseudokapsul, tempat masuknya pembuluh darah kedalam mioma.
Pada pemeriksaan mikroskopis, kelompok –
kelompok sel otot berbentuk kumparan dengan inti panjang dipisahkan menjadi
berkas – berkas oleh jaringan ikat. Karena seluruh suplai darah mioma berasal
dari beberapa pembuluh darah yang masuk ke pseudokapsul, berarti pertumbuhan
tumor tersebut selalu melampaui suplai darahnya. Ini menyebabkan degenerasi,
terutama pada bagian tengah mioma. Mula – mula terjadi degenerasi hyalin,
mungkin menjadi degenerasi kistik, atau kialsifikasi dapat terjadi kapanpun
oleh ahli ginekologi pada abad ke –19 disebut sebagai “batu rahim”. Pada
kehamilan, dapat terjadi komplikasi. dengan dikuti ekstravasasi darah diseluruh
tumor yang memberikan gambaran seperti daging sapi mentah. Kurang dari 0,1%
terjadi perubahan tumor menjadi sarkoma.
C. Simtomatologi
Gejala tergantung pada besar dan posisi
mioma. Kebanyakan mioma kecil dan beberapa yang besar tidak menimbulkan gejala
dan hanya terdeteksi pada pemeriksaan rutin. Jika mioma terletak subendometrium,
mungkin disertai minoragia. Jika perdarahan yang hebat menetap,
pasien mungkin mengalami anemia. Ketika uterus berkontraksi, dapat
timbul nyeri kram. Mioma subendometrium yang bertangkai dapat menyebabkan
perdarahan persisten dari uterus.
Dimanapun posisinya didalam uterus, mioma
besar dapat menyebabkan gejala penekanan pada panggul, disuria dan sering
kencing serta konstipasi atau nyeri punggung jika uterus yang membesar menekan
rectum. Mioma servic dapat menyebabkan nyeri panggul dan kesulitan melakukan
hubungan seksual. Mioma fibrosa dapat tidak menunjukan gejala/ menyebabkan
perdarahan vagina abnormal. Gejala lain akibat tekanan pada organ – organ
sekitarnya mencakup nyeri, sakit kepala, konstipasi dan masalah – masalah
perkemihan. Menorrhagi dan metroragi terjadi karena fibroid (dapat merusak
lapisan uterus).
D. Klasifikasi
Klasifikasi mioma dapat
berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena.
1. Lokasi
Cerivical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan
infeksi. Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus
urinarius. Corporal (91%), merupakan
lokasi paling lazim, dan seringkali tanpa gejala.
2. Lapisan Uterus
Mioma uteri pada
daerah korpus, sesuai dengan lokasinya dibagi menjadi tiga jenis yaitu :
·
Mioma Uteri Subserosa
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai
tonjolan saja, dapat pula sebagai satu massa
yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan ke arah lateral
dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut sebagai mioma
intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneal sebagai
suatu massa.
Perlengketan dengan usus, omentum atau mesenterium di sekitarnya menyebabkan
sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai
makin mengecil dan terputus, sehingga mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas
dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.
·
Mioma Uteri Intramural
Disebut juga
sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila masih kecil tidak
merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus
berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma sering
tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena
adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadang kala tumor tumbuh
sebagai mioma subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam
otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot
rahim dominan).
·
Mioma Uteri Submukosa
Terletak di bawah endometrium. Dapat pula bertangkai maupun
tidak. Mioma bertangkai dapat menonjol melalui kanalis servikalis, dan pada
keadaan ini mudah terjadi torsi atau infeksi. Tumor ini memperluas
permukaan ruangan rahim.
Dari sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang
lebih penting dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa
ataupun intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan
keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya
kecil selalu memberikan keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit
untuk dihentikan sehingga sebagai terapinya dilakukan histerektomi.
Atropi : setelah menopause dan
rangsangan estrogen menghilang.
Degenerasi hialin
(merupakan perubahan degeneratif yang paling umum ditemukan):
- Jaringan ikat bertambah
- Berwarna putih dan keras
- Disebut “mioma durum”
Degenerasi kistik:
·
Bagian
tengah dengan degenerasi hialin mencair
·
Menjadi poket kistik
Degenerasi membatu (calcareous degeneration) :
·
Terdapat
timbunan kalsium pada mioma uteri.
·
Padat dan keras
·
Berwarna putih
Red degeneration (carneous degeneration) :
·
Terjadi
paling sering pada masa kehamilan.
·
Estrogen
merangsang tumbuh kembang mioma.
·
Aliran
darah tidak seimbang (edema sekitar tungkai dan tekanan hamil).
·
Terjadi
kekurangan darah menimbulkan nekrosis, pembentukan trombus, bendungan darah
dalam mioma, warna merah (hemosiderosis/hemofusin).
·
Proses
ini biasanya disertai nyeri, tetapi dapat hilang sendiri. Komplikasi lain yang
jarang ditemukan meliputi: kelahiran preterm, ruptur tumor dengan perdarahan
peritoneal, shock dan bahkan mencetuskan DIC.
Degenerasi Mukoid :
Daerah hyaline digantikan oleh bahan gelatinosa yang lembut. Biasanya
terjadi pada tumor yang besar, dengan aliran arterial yang terganggu.
Degenerasi Lemak:
Lemak ditemukan di dalam serat otot polos.
Degenerasi sarkomatous
(transformasi maligna)
Terjadi pada kurang dari 1% mioma. Kontroversi
yang ada saat ini adalah apakah hal ini mewakili sebuah perubahan degeneratif
ataukah sebuah neoplasma spontan. Leiomyosarkoma merupakan sebuah tumor ganas
yang jarang terdiri dari sel-sel yang mempunyai diferensiasi otot polos.
E. Gambaran Klinik
Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan pelvik rutin. Pada penderita memang tidak mempunyai keluhan apa-apa
dan tidak sadar bahwa mereka sedang mengandung satu tumor dalam uterus. Faktor-faktor
yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik meliputi :
- Besarnya mioma uteri.
- Lokalisasi mioma uteri.
- Perubahan-perubahan pada mioma uteri.
Gejala klinik
terjadi hanya pada sekitar 35 % – 50% dari pasien yang terkena. Adapun
gejala klinik yang dapat timbul pada mioma uteri:
- Perdarahan abnormal, merupakan gejala klinik yang sering ditemukan (30%). Bentuk perdarahan yang ditemukan berupa: menoragi, metroragi, dan hipermenorrhea. Perdarahan dapat menyebabkan anemia defisiensi Fe. Perdarahan abnormal ini dapat dijelaskan oleh karena bertambahnya area permukaaan dari endometrium yang menyebabkan gangguan kontraksi otot rahim, distorsi dan kongesti dari pembuluh darah di sekitarnya dan ulserasi dari lapisan endometrium.
- Penekanan rahim yang membesar :
- Terasa berat di abdomen bagian bawah.
- Gejala traktus urinarius: urine frequency, retensi urine, obstruksi ureter dan hidronefrosis.
- Gejala intestinal: konstipasi dan obstruksi intestinal.
- Terasa nyeri karena tertekannya saraf.
- Nyeri, dapat disebabkan oleh :
- Penekanan saraf.
- Torsi bertangkai.
- Submukosa mioma terlahir.
- Infeksi pada mioma.
·
Infertilitas, akibat penekanan saluran tuba oleh
mioma yang berlokasi di cornu. Perdarahan kontinyu pada pasien dengan mioma
submukosa dapat menghalangi implantasi. Terdapat peningkatan insiden aborsi dan
kelahiran prematur pada pasien dengan mioma intramural dan submukosa.
·
Kongesti vena, disebabkan oleh kompresi tumor
yang menyebabkan edema ekstremitas bawah, hemorrhoid, nyeri dan dyspareunia.
·
Gangguan
pertumbuhan dan perkembangan kehamilan.
Kehamilan
dengan disertai mioma uteri menimbulkan proses saling mempengaruhi :
·
Kehamilan dapat mengalami keguguran.
·
Persalinan prematuritas.
·
Gangguan proses persalinan.
·
Tertutupnya
saluran indung telur menimbulkan infentiritas.
·
Pada kala III dapat terjadi gangguan pelepasan
plasenta dan perdarahan.
Biasanya mioma akan mengalami involusi yang
nyata setelah kelahiran.
Pengaruh kehamilan dan persalinan pada
mioma uteri :
▪
Cepat
bertambah besar, mungkin karena pengaruh hormon estrogen yang meningkat dalam
kehamilan.
▪
Degenerasi
merah dan degenerasi karnosa : tumor menjadi lebih lunak, berubah bentuk, dan
berwarna merah. Bisa terjadi gangguan sirkulasi sehingga terjadi
perdarahan.
▪
Mioma subserosum yang bertangkai oleh desakan
uterus yang membesar atau setelah bayi lahir, terjadi torsi (terpelintir) pada
tangkainya, torsi menyebabkan gangguan sirkulasi dan nekrosis pada tumor. Wanita hamil merasakan nyeri yang hebat
pada perut (abdoment akut).
▪
Kehamilan dapat mengalami keguguran.
▪
Persalinan prematuritas.
▪
Gangguan proses persalinan.
▪
Tertutupnya
saluran indung telur sehingga menimbulkan infertilitas.
▪
Pada kala III dapat terjadi gangguan pelepasan
plasenta dan perdarahan.
▪
Mioma yang lokasinya dibelakang dapat terdesak
kedalam kavum douglasi dan terjadi inkarserasi.
Pengaruh mioma pada kehamilan dan persalinan :
▪
Subfertil (agak mandul) sampai fertil (mandul)
dan kadang- kadang hanya punya anak satu. Terutama pada mioma uteri sub
mucosum.
▪
Sering
terjadi abortus. Akibat adanya distorsi rongga uterus.
▪
Terjadi kelainan letak janin dalam rahim,
terutama pada mioma yang besar dan letak sub serus.
▪
Distosia tumor yang menghalangi jalan lahir,
terutama pada mioma yang letaknya diservix.
▪
Inersia uteri terutama pada kala I dan kala II.
▪
Atonia uteri terutama paska persalinan ;
perdarahan banyak, terutama pada mioma yang letaknya didalam dinding rahim.
▪
Kelainan letak plasenta.
▪
Plasenta sukar lepas (retensio plasenta),
terutama pada mioma yang sub mukus dengan intra mural.
Penanganan berdasarkan pada
kemungkinan adanya keganasan, kemungkinan torsi dan abdomen akut dan
kemungkinan menimbulkan komplikasi obstetrik, maka :
▪
Tumor
ovarium dalam kehamilan yang lebih besar dari telur angsa harus dikeluarkan.
▪
Waktu
yang tepat untuk operasi adalah kehamilan 16 – 20 minggu.
▪
Operasi
yang dilakukan pada umur kahamilan dibawah 20 minggu harus diberikan substitusi
progesteron :
-
Beberapa hari sebelum operasi.
-
Beberapa hari setelah operasi, sebab ditakutkan korpus
luteum terangkat bersama tumor yang dapat menyebabkan abortus.
▪
Operasi darurat apabila terjadi torsi dan
aboment akut.
▪
Bila
tumor agak besar dan lokasinya agak bawah akan menghalangi persalinan,
penanganan yang dilakukan :
-
Coba
reposisi, kalau perlu dalam narkosa.
-
Bila tidak bisa persalinan diselesaikan dengan sectio
cesarea dan jangan lupa, tumor sekaligus diangkat.
F. Komplikasi
1) Perdarahan
sampai terjadi anemia.
2) Torsi
tangkai mioma dari :
a) Mioma
uteri subserosa.
b) Mioma
uteri submukosa.
3) Nekrosis
dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi.
4)
Pengaruh
timbal balik mioma dan kehamilan.
▪
Pengaruh mioma terhadap kehamilan.
Ø Infertilitas.
Ø Abortus.
Ø Persalinan
prematuritas dan kelainan letak.
Ø Inersia
uteri.
Ø Gangguan
jalan persalinan.
Ø Perdarahan
post partum.
Ø Retensi
plasenta.
▪
Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri
Ø
Mioma
cepat membesar karena rangsangan estrogen.
Ø Kemungkinan
torsi mioma uteri bertangkai.
G. Diagnosis
Diagnosis mioma uteri ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis
a. Timbul
benjolan di perut bagian bawah dalam waktu yang relatif lama.
b. Kadang-kadang
disertai gangguan haid, buang air kecil atau buang air besar.
c.
Nyeri
perut bila terinfeksi, terpuntir, pecah.
2. Pemeriksaan
fisik
a. Palpasi
abdomen didapatkan tumor di abdomen bagian bawah.
b. Pemeriksaan
ginekologik dengan pemeriksaan bimanual didapatkan tumor tersebut menyatu
dengan rahim atau mengisi kavum Douglasi.
c.
Konsistensi
padat, kenyal, mobil, permukaan tumor umumnya rata.
3. Gejala
klinis
a. Adanya
rasa penuh pada perut bagian bawah dan tanda massa yang padat kenyal.
b. Adanya
perdarahan abnormal.
c. Nyeri,
terutama saat menstruasi.
d. Infertilitas
dan abortus.
4. Pemeriksaan
luar
a. Teraba
massa tumor
pada abdomen bagian bawah serta pergerakan tumor dapat terbatas atau bebas.
5. Pemeriksaan
dalam.
a. Teraba
tumor yang berasal dari rahim dan pergerakan tumor dapat terbatas atau bebas
dan ini biasanya ditemukan secara kebetulan.
6. Pemeriksaan
penunjang
a. USG,
untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometriium dan keadaan
adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan CT scan ataupun
MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus
sebaik USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak dapat
membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya membutuhkan diagnosa jaringan.
b. Dalam
sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola gemanya pada beberapa
bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga bergabung dengan uterus; lebih lanjut
uterus membesar dan berbentuk tak teratur.
c. Foto
BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis serta menilai fungsi
ginjal dan perjalanan ureter.
d. Histerografi
dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai dengan
infertilitas.
e.
Laparaskopi
untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
f. Laboratorium
: darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi hati, ureum, kreatinin
darah.
g. Tes
kehamilan.
H. Diagnosis banding
- Tumor solid ovarium.
- Uterus gravid.
- Kelainan bawaan rahim.
- Endometriosis, adenomiosis.
- Perdarahan uterus disfungsional
I. Penanganan
Penanganan yang dapat
dilakukan ada dua macam yaitu penanganan secara konservatif dan penanganan
secara operatif.
1.
Penanganan konservatif sebagai berikut :
Ø Observasi
dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
Ø Bila anemia, Hb < 8 g% transfusi
PRC.
Ø Pemberian zat besi.
Ø Penggunaan
agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada hari 1-3 menstruasi setiap minggu
sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan pengerutan tumor dan menghilangkan
gejala. Obat ini menekan sekresi gonadotropin dan menciptakan keadaan
hipoestrogenik yang serupa yang ditemukan pada periode postmenopause. Efek
maksimum dalam mengurangi ukuran tumor diobservasi dalam 12 minggu. Terapi
agonis GnRH ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan, karena memberikan
beberapa keuntungan: mengurangi hilangnya darah selama pembedahan, dan dapat
mengurangi kebutuhan akan transfusi darah. Namun obat ini menimbulkan
kahilangan masa tulang meningkat dan osteoporosis pada wanita tersebut.
Catatan : Baru-baru
ini, progestin dan antipprogestin dilaporkan mempunyai efek terapeutik.
Kehadiran tumor dapat ditekan atau diperlambat dengan pemberian progestin dan
levonorgestrol intrauterin
2.
Penanganan operatif, bila :
Ø Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus
12-14 minggu.
Ø Pertumbuhan tumor cepat.
Ø Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
Ø Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan
berikutnya.
Ø Hipermenorea pada mioma submukosa.
Ø Penekanan pada organ sekitarnya.
Jenis operasi yang dilakukan dapat berupa :
a) Enukleasi
Mioma
Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih
menginginkan anak atau mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas.
Sejauh ini tampaknya aman, efektif, dan masih menjadi pilihan terbaik.
Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan bila ada kemungkinan terjadinya karsinoma
endometrium atau sarkoma uterus, juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan
ini seharusnya dibatasi pada tumor dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah
dapat dijepit dan diikat. Bila miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau
sangat berdekatan dengan endometrium, kehamilan berikutnya harus dilahirkan
dengan seksio sesarea.
Kriteria preoperasi menurut American College
of Obstetricians Gynecologists (ACOG) adalah sebagai berikut :
Ø Kegagalan untuk hamil atau
keguguran berulang.
Ø Terdapat leiomioma dalam
ukuran yang kecil dan berbatas tegas.
Ø
Apabila tidak ditemukan alasan yang jelas penyebab kegagalan kehamilan dan
keguguran yang berulang.
b)
Histerektomi
Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada
penderita yang memiliki leiomioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala.
Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah sebagai berikut:
Ø
Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar
dan dikeluhkan olah pasien.
Ø
Perdarahan uterus berlebihan :
o
Perdarahan yang banyak bergumpal-gumpal atau
berulang-ulang selama lebih dari 8 hari.
o
Anemia
akibat kehilangan darah akut atau kronis.
Ø
Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma meliputi :
o
Nyeri hebat dan akut.
o
Rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian
bawah yang kronis.
o
Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang
berulang-ulang dan tidak disebabkan infeksi saluran kemih.
c). Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan mioma saja
tanpa pengangkatan uterus. Apabila wanita sudah dilakukan miomektomi
kemungkinan dapat hamil sekitar 30 – 50%. Dan perlu disadari oleh penderita
bahwa setelah dilakukan miomektomi harus dilanjutkan histerektomi.
Lama
perawatan :
-
1 hari pasca diagnosa keperawatan.
-
7 hari pasca histerektomi/ miomektomi.
Masa pemulihan :
-
2 minggu pasca diagnosa perawatan.
-
6 minggu pasca histerektomi/ miomektomi.
c) Penanganan Radioterapi
Ø
Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient).
Ø
Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.
Ø
Bukan jenis submukosa.
Ø
Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.
Ø
Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan menopause.
Maksud dari radioterapi adalah untuk
menghentikan perdarahan.
DAFTAR PUSTAKA
▪
Brunner and Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. EGC
▪
http:
//www. InfoMedika.com/ mioma uteri. Htm
▪
Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia.
1991. Standar pelayanan medik
obstetri dan ginekologi. POGI. Jakarta
▪
Sarjadi. 1995. Patologi Ginekologi Hipokrates. Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro. Jakarta
▪
Sarwono Prawirahardjo. 1976. Ilmu
Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta
▪
Wiknjosastro Hanifa. 1999. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirahardjo. Jakarta
No comments:
Post a Comment